Minggu, 06 Februari 2011

KONSTITUSIONAL

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara konstitusi mempunyai peranan yang sangat penting. Konstitusi sering disebut sebagai ”The Supreme Law of The Land”, Konstitusi merupakan “National Symbol and Myth” . Untuk itu, konstitusi harus dihormati dan dijunjung tinggi baik oleh rakyat maupun pemerintah. Atas dasar “constitutionalism” pemerintah atau pejabat pemerintah dibatasi dan dikontrol kekuasaannya oleh konstitusi, dan warga Negara dilindungi hak-hak asasinya. Pembukaan (Preambule) konstitusi yang mengandung ideologi dan norma-norma dasar yang diatur dalam batang tubuhnya, dianggap merupakan landasan (comerstones) dalam kekehidupan sosial, politik, ekonomi dan hukum. Namun demikian, juga disasdri bahwa konstitusi tetap merupakan produk hukum yang pada suatu saat memerlukan penyesuaian dengan dinamika baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional, baik yang bersifat universal maupun partikularistik atas dasar tiga pendekatan yaitu (credibility and effectiveness; democracy and public engagement; dan trust and accountability).
Agenda utama proses reformasi yang monumental adalah amandemen UUD 1945. Kebutuhan amandemen UUD 1945 dirasakan karena tidak memberi ruang bagi kehidupan yang demokratis di Indonesia. Hal ini terlihat dari besarnya peluang yang diberikan kepada penguasa untuk mengatur sebagian aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan bukan kepada rakyat melalui demokrasi perwakilan. Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak 4 tahap yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Di Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal sebagai era Orde Baru, konstitusi mendapat posisi yang begitu sakral sehingga tidak bisa diubah barang sekata pun. Tetapi sejak bergulirnya Reformasi telah 4 kali perubahan dilakukan terhadap konstitusi RI. Bersama dengan perubahan atau amandemen konstitusi tersebut maka berubah pula batasan tentang tindakan konstitusional. Misalnya dengan dicantumkannya Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konstitusi maka perspektif HAM menjadi sah sebagai argumen hukum dan politik.






















BAB II
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN KONSTITUSIONAL
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie (Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi.
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut.
2. Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.
Sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang Dasar, hal tersebut dapat dikaji dari pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller. Menurut Apeldorn, konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar hanyalah sebatas hukum yang tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat hukum dasar yang tertulis juga mencakup hukum dasar yang tidak tertulis. Adapun menurut Herman Heller, konstitusi mencakup tiga pengertian, yaitu:
1. Die politische verfassung als gesselchaffliche wirklichkeit, yaitu konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kewajiban.
2. Die verselbstandigte rechtverfassung, yaitu mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat tersebut untuk dihadirkan sebagai suatu kaidah hukum.
3. Die geschriebene verfassung, yaitu menuliskan konstitusi dalam suatu naskah sebagai peraturan perundangan yang tertinggi derajatnya dan berlaku dalam suatu negara.
Konstitusional dari akar kata konstitusi atau Undang-Undang Dasar, dengan demikian merujuk pada semua langkah politik yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Karena Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dalam suatu negara maka suatu tindakan konstitusional adalah semua langkah yang sesuai hukum. Tetapi selanjutnya karena konstitusi diuraikan dalam berbagai undang-undang dan lain peraturan perundang-undangan, maka sering pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk membuat undang-undang bersama parlemen (di Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat) maka dalam beberapa situasi pelanggaran hukum bisa merupakan pelanggaran terhadap peraturan di bawah konstitusi sehingga untuk menetapkan apakah suatu undang-undang tidak bertentangan dengan konstitusi dibentuklah Mahkamah Konstitusi.


B. JENIS-JENIS KONSTITUSIONAL
Kostitusi telah tersusun menurut golongan secara tertulis dan tidak tertulis, keras ( rigid ) dan lunak ( Flexible ).
Undang – undang tertulis.
Undang – undang tertulis biasanya termaktub dalam satu dokument, namun adakalanya kelompok yang menggabungkan sistem struktur garis besar untuk dokument pemerintahan, banyak perlengkapan kekuatan dan fungsi dari legislative, executive dan organ judicial ditetapkan, juga fungsi dan hubungan pemerintahan terhadap rakyat asas dasar kekuasaan tersebut digunakan. Ada juga beberapa dokument disusun oleh majelis terpilih dengan sengaja bertujuan untuk kemaslahatan, atau mungkin juga bekerja tetap sebagai badan legislative dan bisa juga menyebarluaskan keputusan raja atau diktator.
Garner mengatakan; konstitusi yang tertulis merupakan suatu kerja seni yang sadar dan hasil dari usaha yang sengaja. ini bertujuan untuk menetapkan badan asas dasar tersebut, agar letak pemerintahan teratur dan terpimpin.
Ini merupakan sebuah kesucian instrument khusus, perbedaan didalam karakter dari semua hukum, dan dapat diubah dari prosedur yang berbeda pula. Disini terletak pula prinsip pemisahan kekuatan diantara unsur pokok dan para legislatip. Negara yang memiliki undang – undang tertulis, terdapat dua set badan kekuasaan legislatip dan dua badan hukum, pertama adalah konstitusional dan yang tertinggi, sedangkan yang kedua menurut undang- undang dan subordinate.

Undang- undang tidak tertulis.
Undang- undang tak tertulis sebagian besar lahir dari adat atau kebiasaan, dan terhimpun sebagian besar dalam pemakaian; prinsip umum, keputusan pengadilan dan lain lain. Ini merupakan produksi sejarah evolusi dan pertumbuhan dari pada yang disengaja, dan undang – undang yang formal.
Pendapat Strong “ pada umumnya konstitusi tak tertulis merupakan salah satu konstitusi yang tumbuh dari basis adat, lebih baik dari pada yang tertulis.
Garner menjelaskan’’ dinamakan sebagai konstitusi tak tertulis karena termasuk sebagian besar yang mengikutinya, tetapi tidak semua resep atau preskripsi menjadi berkurang didalam penulisannya, dan dengan resmi diwujudkan didalam satu document atau document yang terkoleksi.
Jameson mendefenisikan bahwa undang – undang tak tertulis sebagian besar lahir dari adat atau kebiasaan, dan keputusan judisial yang terdahulu, dimana kurang lebihnya fana dan merupakan suatu hal yang tidak dapat diraba. namun semanjak bentuknya tertulis undang – undang ini mulai hidup hanya saja tidak resmi dalam penggolongannya..

C. TUJUAN KONSTITUSIONAL
Tujuan Konstitusi Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan:
a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
b) hubungan antar lembaga negara,
c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan
d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolak ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat didalamnya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum. Aturan pokoknya perlu dijabarkan lebih lanjut dalam norma hukum di bawahnya, seperti:
• Ketetapan MPR,
• Undang-Undang,
• Perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang),
• Peraturan Pemerintah,
• Keputusan Presiden,
• Peraturan Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar